Peran Imunostimulator Pada Pertahanan Tubuh
Imunomodulasi ialah suatu cara untuk mengembalikan dan memperbaiki sistim imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Obat-obat yang dapat mengembalikan ketidak seimbangan sistim imun disebut Imunomodulator. Obat yang dapat memperbaiki komponen yang satu sekaligus menekan komponen yang lain belumlah ditemukan.
Obat-obatan golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu melalui :
- imunorestorasi
- imunostimulasi
- imunosupresi
Imunorestorasi dan Imunostimulasi disebut Imunopotensiasi atau Up Regulation, sedangkan Imunosupresi disebut Downr Regulation.
Berbagai jenis bahan telah digunakan sebagai Imunomodulator pada pengobatan penyakit infeksi, dari sitokin sampai zat-zat biologi seperti ekstrak Phyllanthus Nirruri ataupun Methisoprinol seperti pada penelitian Hug Fudenberg yang dapat meningkatkan respon imun baik secara invitro maupun penyelidikan invivoMekanisme modulasi sistem imun dapat langsung ke sel misalnya sel limfosit T, limfosit B atau sel makrofag.
Ada dua golongan imunostimulan yaitu imunostimulan biologi dan sintetik, contoh imunostimulan biologi antara lain:
- Limfokin
- Interferon
- Antibodi monoklonal
- Transfer Factor/ekstrak leukosit
- Bahan dari bakteri
- Bahan dari jamur.
- Phyllanthus Nirruri
Contoh imunostimulan sintetik antara lain :
- Levamisol
- Isoprinosin
- Muramil dipeptida ( MDP )
- Bahan-bahan lain yang masih dalam percobaan klinik, seperti :
- Azimexon dan ciamexon
- Bestatin
- Tuftsin
- Maleic anhydride dan divinyl ether copolymer
- 6-phenyl pyrimidinole.
Amin Z menyatakan beberapa Imunomodulator yang sudah dilaporkan bermanfaat dalam perbaikan pengobatan Tuberkulosis antara lain:
- Interferon gamma
- Interleukin 2
- Pentoksifilin
- Thalidomid
- Clofazimin
- Micobacterium Vaccae
- Vitamin A dan D
- Mikronutrien Zinc
- Ekstrak Phyllanthus Nirruri.
Agar Imunomodulator yang diberikan aman untuk pasien dia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
- Dapat memodifikasi mekanisme imun pejamu yang berbeda dengan antibiotik atau kemoterapi lain yang hanya berefek pada mikro organisme penyebab penyakit.
- Mempunyai efek samping minimal serta mempunyai efek farmakologi dan klinis yang diharapkan, bebas dari efek yang berbahaya seperti timbulnya reaksi autoimun.
- Bebas dari efek sensitisasi akibat zat yang digunakan bersifat alergenik seperti BCG, C. Parvum, atau levamisol yang mungkin dapat memberikan reaksi yang tidak diinginkan atau menginduksi terjadinya penyakit kompleks imun.
- Bebas dari efek inhibisi sistem imun pada pemberian jangka panjang atau berulang.
- Harus ada data yang lengkap mengenai imunofarmakologi zat tersebut, sehingga dapat digunakan dengan indikasi tepat sesuai dengan keadaan klinis dan kondisi pasien.
- Untuk meneliti sensitiviti imunostimulan ini sebaiknya zat yang digunakan tidak mengandung endotoksin karena endotoksin sendiri bersifat sebagai imunostimulan.
0 komentar:
Posting Komentar
mohon maaf bila ada yng kurang berkenan >< m(_._)m